Monday, April 15, 2013
1. Timbulnya
Utang Pajak
Utang Pajak adalah sejumlah uang
yang harus dibayar oleh masyarakat (khususnya Wajib Pajak) akibat adanya
keadaan, perbuatan, atau peristiwa, yang harus dilunasi dengan mekanisme yang
berlaku dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Pengertian hutang pajak ini
diatur di beberapa peraturan perundang – undangan, seperti Undang – undang
Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Menurut Pasal 1 point 8 Undang – Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut, yang dimaksud dengan “Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi adminisirasi berupa bunga. denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak aiau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:2 12).
Utang pajak
dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasarmya dan telah
terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran
perpajakan), yang terdiri dari : keadaan-keadaan tertentu,
peristiwa, dan atau perbuatan tertentu. Tetapi yang sering terjadi ialah karena
keadaan, seperti pajak-pajak yang sangat penting yaitu
atas suatu penghasilan atau kekayaan, dikenakan atas keadaan-keadaan ekonomis
Wajib Pajak yang bersangkutan walaupun keadaan itu dalam kebanyakan hal
timbulnya karena perbuatan-perbuatannya. Tapi keadaan wajib pajak yang
menimbulkan hutang pajak itu sendiri. Adanya hutang pajak berhubungan dengan
adanya kewajiban masyarakat kepada Negara berdasarkan Undang – undang.
Selengkapnya
Selengkapnya
Dalam hutang pajak ini memiliki
beberapa sifat, antara lain :
1. Jumlahnya
sudah ditetapkan baik oleh masyarakat atau Fiskus;
2. Ditetapkan
jangka waktu pelunasannya;
3. Jika
terlambat bayar/kurang bayar, berakibat dikenakan sanksi;
4. Dilaporkan
ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pada umumnya
yang berhutang pajak ini terdiri dan seseorang
tertentu, namun dapat pula ditentukan dalam undang-undang pajak bahwa disamping
orang-orang tertentu ini, ada orang (pihak) lain yang ditunjuk untuk turut
bertanggung-jawab atas pelunasan hutang pajak ini. Penunjukan pihak lain ini
didasarkan atas pertimbangan-pentimbangan sebagai berikut:
1. Agar fiskus
mendapat jaminan yang lebih kuat bahwa utang pajak tersebut dapat dilunasi
tepat pada waktunva.
2. Orang yang
sebenarnva herhutang sukar didapat oleh fiskus. tetapi orang yang ditunjuk
diharapkan dapat dengan mudah ditemui.
Apabila melihat timbulnya utang
pajak, ada 2 (dua) ajaran yang mengatur tentang timbulnya utang pajak tersebut,
yaitu:
1.
Ajaran Formil, yaitu hutang pajak timbul karena dikeluarkannya
Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System. Contohnya : hutang
pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP). Jadi, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/
pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP nya.
2.
Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena
berlakunya undang – undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan
perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Contohnya : syarat timbulnya utang pajak bagi si A dalam contoh di atas menurut
Undang – Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Cara
Pengenaan Utang Pajak
a.
Pengenaan
didepan
merupakan
suatu cara pengenaan pajak yang didasarkan atas suatu anggapan dan anggapan
tersebut tergantung pada ketentuan bunyi undang-undang.
b. Pengenaan di belakang (stelsel
Riil)
Pengenaan
di belakan merupakan suatu cara pengenaan pajak yan didasarkan pada keadaan
yang sesungguhnya (rill)atau nyata, yang diperoleh dalam suatu tahun pajak.
c. Pengenaan Cara Campuran
Pengenaan
cara campuran merupakan suatu cara pengenaan pajak yang mendasarkan pada kedua
cara pengenaan pajak diatas (fiksi dan rill)
3. Hapusnya Utang Pajak
Selain
hutang pajak itu dapat timbul, hutang pajak pun dapat berakhir atau hapus.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
3.1 Pembayaran
Utang
pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan
oleh wajib pajak (wajib pajak telah membayar) ke Kas Negara.
3.2 Kompensasi
Keputusan
yang ditujukan kepada kompensasi hutang pajak dengan tagihan seseorang diluar
pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib
Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan
pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan
dengan pajak-pajak lainnya yang terutang.
3.3 Daluarsa
Dalam
penghapusan hutang pajak ini, daluarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan.
Daluwarsa atau lewat waktu ialah sebagai salah satu sebab berakhirnya utang
pajak dan hapusnya perikatan (hak untuk menagih atau kewajiban untuk membayar
hutang) karena lampaunya jangka waktu tetentu, yang ditetapkan dalam
unthng-undang. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluarsa setelah lampau
waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhimya masa
pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk
memberikan kepastian hukum kapan hutang pajak dapat ditagih lagi. Namun
daluarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain; apabila diterbitkan Surat
Teguran dan Surat Paksa.
3.4 Pembebasan
Hutang
pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan.
Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap
sanksi administrasi.
3.5 Penghapusan
Penghapusan
hutang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena
keadaan Wajib Pajak misalnya keadaan keuangan Wajib Pajak.
4. Tarif Pajak
a.
Tarif
Pajak Proporsional/Sebanding
Adalah tarif pemungutan pajak yang
menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus
dibayar).
Contoh:
a. Untuk PPN terhadap barang kena pajak
dikenakan tarif 10%.
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
|
PPN
Terutang
|
Rp
1.000.000,-
|
10%
|
Rp
100.000,-
|
Rp
5.000.000,-
|
10%
|
Rp
500.000,-
|
Rp
7.000.000,-
|
10%
|
Rp
700.000,-
|
Rp
10.000.000,-
|
10%
|
Rp
1.000.000,-
|
b.
Untuk
PBB mengunakan tarif 0.5%.
c. Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%.
b.
Tarif
Pajak Progresif
Adalah
tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Undang-Undang
No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
Pasal
17
a.
Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
|
5%
|
di atas Rp 25.000.000,00
|
10%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
100.000.000,00
|
15%
|
Di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp
200.000.000,00
|
25%
|
Di atas Rp 200.000.000,00
|
35%
|
Tarif progresif dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1) Tarif Progresif-Proporsional
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya sama besar.
Lapisan
Penghasilan kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Tarif
Kenaikan
|
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
|
5%
|
-
|
di atas Rp 25.000.000,00
|
10%
|
5%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
100.000.000,00
|
15%
|
5%
|
Di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp
200.000.000,00
|
25%
|
5%
|
2) Tarif Progresif-Progresif
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya semakin besar.
Undang-Undang No.17 Tahun 2000
Tentang Pajak Penghasilan
Pasal 17
Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
10%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
100.000.000,00
|
15%
|
Di atas Rp 100.000.000,00
|
30%
|
3) Tarif Progresif-Degresif
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya semakin kecil.
Lapisan Penghasilan kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Tarif Kenaikan
|
s.d. Rp 25.000.000,00
|
5%
|
-
|
Di atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp
50.000.000,00
|
10%
|
5%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
100.000.000,00
|
14%
|
4%
|
Di atas Rp 100.000.000,00
|
17%
|
3%
|
c.
Tarif
Pajak Tetap
Tarif tetap adalah Tarif pajak yang
besarnya jumlah pajak terutang selalu tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak.
Contoh:
Besarnya tarif Bea Materai untuk
Cek dan Bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.
d.
Tarif
Pajak Degresif
Adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak
semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah
pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif Pajak
|
s.d.
Rp 25.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00
|
9%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
8%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00
|
7%
|
Tarif degresif dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1)
Tarif
Degresif-Proporsional
Adalah
tarif yang prosentasenya semakin menurun (kecil ) jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat, dan besarnya penurunan dari tarifnya adalah sama besar.
Contoh:
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
|
Tarif Pajak yang terhutang
|
Rp
10.000.000,00
|
25
%
|
-
|
Rp
2.500.000,00
|
Rp
20.000.000,00
|
20%
|
5
%
|
Rp
4.000.000,00
|
Rp
30.000.000,00
|
15%
|
5
%
|
Rp
4.500.000,00
|
Rp
40.000.000,00
|
10
%
|
5
%
|
Rp
4.000.000,00
|
2)
Tarif
Degresif-Degresif
Adalah
tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat, dan besarnya penurunan tarifnya semakin kecil.
Contoh:
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
|
Tarif
Pajak yang terhutang
|
Rp 10.000.000,00
|
40 %
|
-
|
Rp 4.000.000,00
|
Rp 20.000.000,00
|
25%
|
15 %
|
Rp
5.000.000,00
|
Rp 30.000.000,00
|
15%
|
10 %
|
Rp 4.500.000,00
|
Rp 40.000.000,00
|
10 %
|
5 %
|
Rp 4.000.000,00
|
3)
Tarif Degresif-Progresif
Adalah
tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat dan besarnya penurunan tarifnya semakin besar.
Contoh:
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
|
Tarif
Pajak yang terhutang
|
Rp 10.000.000,00
|
40 %
|
-
|
Rp 4.000.000,00
|
Rp 20.000.000,00
|
35%
|
5 %
|
Rp
7.000.000,00
|
Rp 30.000.000,00
|
25%
|
10 %
|
Rp
7.500.000,00
|
Rp 40.000.000,00
|
10 %
|
15 %
|
Rp
4.000.000,00
|
e.
Tarif
Pajak Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase
tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan
besaran tarif menggunakan prosentase
f.
Tarif
Pajak Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah
tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang
tertentu.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan
besaran tarif menggunakan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang
tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment