Wednesday, May 29, 2013
10.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut Tony Marsyahrul (2004:5):
“Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh pemerintah daerah (baik
pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan
untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”.
Menurut Mardiasmo, (2002:5):
“Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk
membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Beberapa istilah dalam Pajak Daerah yaitu:
- Daerah Otonomi, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan
republik indonesia Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan UU yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
- Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi: persero terbatas, persero komanditer, persero
lainnya, BUMN dll.
- Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan yang
dapat dikenakan pajak daerah.
- Wajib pajak, adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungutan atau pemotongan pajak tertentu
Dasar Hukum
Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah adalah
- UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 28 Tahun
2009;
- PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
10.2 Jenis dan Obyek
Pajak Daerah
Pajak Daerah Tingkat I
Pajak Daerah tingkat 1 (provinsi)
adalah pajak yang di punggut oleh pemerintah daerah tingkat I yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik
nama kendaraan bermotor,pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
permukaan dan pajak Rokok, hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor paling
sedikit 10%, termasuk yang dibagi hasilkan kepada Kabupaten/ Kota, dialokasikan
untuk pembangunan dan /atau pemeliharaan jalan serta peningkatan modal dan
sarana transportasi umum.
Pajak Daerah Tingkat II
Jenis pajak daerah tingkat II
(kabupaten/kota) ditetapkan sebanyak 6 (enam) jenis pajak. Walaupun demikian
daerah tingkat II dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak
yang ditetapkan bagi daerah tingkat II tersebut, apabila potensi pajak daerah
tersebut dipandang kurang memadai.
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berikut ini merupakan jenis-jenis serta obyek Pajak
Daerah:
·
Pajak Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
Dalam pasal 3 ayat (1) dan (3)
disebutkan bahwa obyek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor, kecuali kereta api, kendaraan bermotor yang
semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, kendaraan
bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah, serta obyek pajak
lainnya yang ditetapkan dalam peraturan.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Dalam pasal 9 ayat (1) dan (3) disebutkan bahwa obyek pajak
bea balik nama kendaraan bermotor adalah penyerahan kepemilikan kendaraan
bermotor, kecuali kereta api, kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan
untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, kendaraan bermotor yang
dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan
asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari pemerintah, serta obyek pajak lainnya yang ditetapkan
dalam peraturan.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor
Dalam pasal 16 dinyatakan bahwa obyek pajak bahan bakar
kendaraan bermotor adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau
dianggap digunakan untuk kendaraan
bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air.
d. Pajak Air Permukaan
Dalam pasal 23 ayat (1) dan (2), dasar pengenaan pajak air
permukaan adalah nilai perolehan air permukaan, dinyatakan dalam rupiah yang
dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor seperti
jenis dan lokasi sumber air, tujuan pengambilan atau pemanfaatan air, volume
air yang diambil atau dimanfaatkan, kualitas air, luas areal tempat pengambilan
atau pemanfaatan air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
pengambilan atau pemanfaatan air.
e. Pajak Rokok
Dalam pasal 26 ayat (1), (2), dan (3), obyek pajak rokok
adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sigaret, cerutu, dan rokok daun. Dikecualikan dari obyek pajak rokok
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah rokok yang tidak dikenai cukai
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
·
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel
Dalam pasal 32 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa obyek
pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan, seperti
fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci,
setrika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau
dikelola hotel.
b. Pajak Restoran
Dalam pasal 37 ayat (1) dan (2), obyek pajak restoran adalah
pelayanan yang disediakan oleh restoran, yang meliputi pelayanan penjualan
makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di
tempat pelayanan maupun di tempat lain.
c. Pajak Hiburan
Dalam pasal 42 ayat (1) dan (2), obyek pajak hiburan adalah
jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran, seperti tontonan film,
pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga
dan sejenisnya, pameran, diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya, sirkus,
akrobat, sulap, permainan bilyar, golf, boling, pacuan kuda, kendaraan bermotor
dan permainan ketangkasan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, pusat kebugaran, serta pertandingan
olahraga.
d. Pajak Reklame
Dalam pasal 47 ayat (1) dan (2), obyek pajak reklame adalah
semua penyelenggaraan reklame, yang meliputi reklame papan dan sejenisnya,
reklame kain, reklame melekat, stiker, reklame selebaran, reklame berjalan
termasuk pada kendaraan, reklame udara, reklame apung, reklame suara, reklame
film, dan reklame peragaan.
e. Pajak Penerangan Jalan
Dalam pasal 52 ayat (1) dan (2), obyek pajak penerangan
jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun
yang diperoleh dari sumber lain, meliputi seluruh pembangkit tenaga listrik.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
Dalam pasal 57 ayat (1), obyek pajak mineral bukan logam dan
batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, meliputi
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
dsb.
g. Pajak Parkir
Dalam pasal 62 ayat (1), obyek pajak parkir adalah
penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Dalam pasal 67 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa obyek
pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Dikecualikan
dari obyek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat,
serta peribadatan; dan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah lainnya yang
diatur dengan peraturan daerah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Dalam pasal 72 ayat (1) dan (2), obyek pajak sarang burung
walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet, dengan
pengecualian pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) dan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang
burung walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan
Dalam pasal 77 ayat (1), disebutkan bahwa obyek pajak bumi
dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan
Dalam pasal 85 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa obyek
pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan.
10.3 Hubungan Pajak Daerah dengan Pajak
Pusat
Hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang
administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan
kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan
mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan
mendorong timbulnya inovasi.
Untuk terselenggaranya hubungan yang representatif dalam
pemerintahan antara pusat dan daerah merupakan tuntutan tersendiri, khususnya
dalam rangka membentuk pemerintahan daerah yang mampu mengurus rumah tangganya
dengan kemampuan sendiri secara berdayaguna dan berhasilguna.
Hubungan pusat dan daerah yang menyangkut aspek keuangan
akan terlihat pada sumber pendayagunaan sumber pendapatan asli daerah, yang
merupakan sumber pembiayaan pemerintah daerah, sebagaimana dijelaskan bahwa
kunci kemandirian daerah sangat tergantung dari aspek keuangan ini. Atas dasar itu
pembiayaan pendapatan antara pusat dan daerah berjalan dengan perimbangan yang
adil sesuai dengan volume urusan yang telah diserahkan kepada daerah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment