Thursday, May 30, 2013
Atestasi (attestation) adalah suatu
pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan kompeten
tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang materal,
dengan criteria yang telah ditetapkan.
Penugasan atestasi adalah penugasan yang di
dalamnya akuntan publik dikontrak unbtuk menerbitkan komunikasi tertulis yang
menyatakan kesimpulan mengenai keandalan asersi-asersi dalam sutau organisasi
atau perusahaan.
Dalam melaksanakan suatu penelitian, akuntan publik
harus mengumpulkan bukti-bukti untuk mendukung asersi-asersi, menilai secara
objektif pengukuran dan pengkomunikasian individu yang membuat asersi, dan
melaporkan temuan-temuannya.
Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu
rangkaian deklarasi secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas
deklarasi tersebut. Jadi, asersi adalah pernyataan yang dibuat oleh satu pihak
yang secara implicit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak
ketiga). Untuk laporan keuangan histories, asersi merupakan pernyataan dalam
laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
1. Perikatan
Atestasi
Bila seorang akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik (selanjutnya disebut sebagai praktisi) melaksanakan suatu
perikatan atestasi, sebagaimana didefinisikan berkut ini, perikatan tersebut
diatur dengan standar atestasi dan pernyataan serta interpretasi pernyataan
yang berkaitan dengan standar tersebut.
Suatu perikatan atestasi adalah
perikatan yang di dalamnya praktisi mengadakan perikatan untuk menerbitkan
komunikasi tertulis yang menyatakan suatu simpulan tentang keandalan asersi
tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain.
Contoh jasa profesional yang dapat
diberikan oleh para praktisi yang tidak termasuk dalam perikatan atestasi
adalah:
a. Perikatan
konsultansi manajemen yang di dalamnya praktisi memberikan nasihat atau
rekomendasi kepada kliennya.
b. Perikatan
yang di dalamnya praktisi membela kepentingan klien-sebagai contoh, dalam
masalah pemeriksaan/verifikasi pajak yang sedang ditangani oleh aparat
Direktorat Jendral Pajak.
c. Perikatan pajak yang di
dalamnya praktisi mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau
memberikan nasihat perpajakan.
d. Perikatan yang di dalamnya
praktisi melakukan kompilasi laporan keuangan, karena ia tidak diminta untuk
memeriksa atau me-review bukti yang mendukung informasi yang diserahkan
oleh klien dan tidak menyatakan simpulan apa pun atas keandalannya.
e. Perikatan yang di dalamnya
praktisi berperan terutama hanya membantu klien-sebagai contoh, bertindak
sebagai akuntan perusahaan dalam pembuatan informasi selain laporan keuangan.
f. Perikatan yang di
dalamnya praktisi bertindak sebagai saksi ahli dalam bidang akuntansi,
auditing, perpajakan, atau hal lain, berdasarkan fakta-fakta tertentu yang
disepakati dalam kontrak.
g. Perikatan yang di dalamnya
praktisi memberikan suatu pendapat sebagai seorang yang ahli mengenai suatu
prinsip tertentu, seperti penerapan undang-undang pajak atau prinsip akuntansi,
berdasarkan fakta khusus yang disediakan oleh pihak lain, sepanjang pendapat
sebagai ahli tidak menyatakan simpulan mengenai keandalan fakta yang diberikan
oleh pihak lain tersebut.
2. Standar Atestasi
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi: pemeriksaan (examination),
review, dan prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Salah
satu tipe pemeriksaan adalah audit atas laporan keuangan histories yang disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan tipe ini diatur berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Tipe
pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif,
diatur berdasarkan pedoman yang lebih bersifat umum dalam standar atestasi yang
diuraikan dalam Seksi ini.
Praktisi yang tidak secara eksplisit menyatakan simpulan tentang
keandalan suatu asersi yang menjadi tanggung jawab pihak lain harus menyadari
bahwa kemungkinan terdapat suatu keadaan yang kesimpulan demikan dapat dibuat
secara beralasan. Sebagai contoh, jika praktisi menerbitkan laporan yang berisi
penyebutan satu persatu prosedur yang dapat diharapkan dapat memberikan
keyakinan mengenai suatu asersi, praktisi kemungkinan tidak akan dapat
menghindarkan diri dari pembuatan suatu simpulan bahwa laporannya merupakan
laporan atestasi hanya dengan menghapuskan simpulan eksplisit atas keandalan
asersi tersebut.
Praktisi yang telah merakit atau membantu dalam perakitan suatu
asersi harus tidak menyatakan dirinya sebagai pembuat asersi jika pernyataan
tersebut secara materal tergantung atas tindakan, rencana, atau asumsi beberapa
individu atau kelompok individu lain. Dalam keadaan tersebut, individu atau
kelompok individu tersebutlah yang merupakan pembuat asersi, dan praktisi akan
dipandang sebagai pembuat atestasi, jika simpulan mengenai keandalan asersi
dinyatakan oleh praktisi.
Perikatan atestasi dapat merupakan bagian dari perikatan lebih
besar-sebagai contoh, suatu studi kelayakan atau studi pembelian bisnis yang
mencakup pemeriksaan (ex-amination) terhadap laporan keuangan
prosepektif. Dalam hal ini,
standar atestasi hanya berlaku untuk bagian atestasi dalam perikatan besar
tersebut.
Keyakinan (assurance) menunjukan tingkat kepastian yang dicapai dan yang ingin
disampaikan oleh praktisi bahwa simpulannya yang dinyatakan dalam laporannya
adalah benar. Tingkat keyakinan yang dapat dicapai oleh praktisi ditentukan
oleh hasil pengumpulan bukti. Semakin banyak jumlah bukti kompeten dan relevan
yang dikumpulkan, semakin tinggi tingkat keyakinan yang dicapai oleh praktisi.
STANDAR UMUM ATESTASI
1. Standar Umum Pertama
Standar umum pertama adalah–perikatan
harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan tiknis cukup dalam fungsi atestasi.
Pelaksanaan jasa atestasi tidak sama
dengan penyusunan dan penyajian suatu asersi. Pelaksanaan kegiatan yang
terakhir ini mencakup pengumpulan, penggolongan, peringkasan, dan
pengkomunikasian informasi yang biasanya mencakup pengurangan data rinci dalam
jumlah besar ke dalam bentuk yang dapat difahami dan dapat ditangani
(manage-able). Di lain pihak, pelaksanaan jasa atestasi mencakup pemgumpulan
bukti untuk mendukung asersi dan secara obyektif menentukan pengukuran dan
pengkomunikasian yang dilakukan oleh pembuat asersi. Jadi, jasa atestasi
bersifat analitik, kritis, dan bersifat penyelidikan, serta berkaitan dengan
dasar dan dukungan asersi.
Pencapaian keahlian sebagai seorang yang
ahli dalam atestasi dimulai dari pendidikan formal dan berlanjut sampai dengan
pengalaman selanjutnya. Untuk memenuhi persyaratan sebagai orang yang ahli
dalam atestasi, pelatihan harus memadai baik teknis maupun pendidikan umum.
2. Standar Umum Kedua
Standar umum kedua adalah-Perikatan
harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki pengetahuan
cukup dalam bidang yang bersangkutan dengan asersi.
Praktisi dapat memperoleh pengetahuan
cukup tentang hal yang dilaporkan melalui pendidikan formal atau pendidikan
profesional berkelanjutan, termasuk belajar secara mandiri, atau melalui
pengalaman praktik. Namun, standar ini tidak mengharuskan praktisi untuk
mendapatkan pengetahuan yang diperlukan mengenai semua hal agar memenuhi syarat
dalam mempertimbangkan keandalan suatu asersi. Persyaratan pengetahuan tersebut
dapat dipenuhi, sebagian melalui penggunaan satu atau lebih spesialis dalam
perikatan atestasi tertentu. Jika praktisi memiliki pengetahuan memadai
mengenai hal yang diatestasi, ia dapat (a) mengkomunikasikan tujuan pekerjaan
kepada spesialis dan (b) menilai pekerjaan spesialis untuk menentukan apakah
tujuan tersebut telah dicapai.
3. Standar Umum Ketiga
Standar umum ketiga berbunyi-Praktisi
harus melaksanakan perikatan hanya jika ia memiliki alasan untuk meyakinkan
dirinya bahwa dua kondisi berikut ini ada:
a. Asersi dapat dinilai
dengan kritera rasional, baik yang telah ditetapkan oleh badan yang diakui atau
yang dinyatkan dalam penyajian asersi tersebut dengan cara cukup jelas dan
komprehensif bagi pembaca yang diketahui mampu memahaminya
b. Asersi tersebut dapat diestimasi atau diukur
secara konsisten dan rasional dengan menggunakan kriteria tersebut.
Fungsi atestasi harus dilaksanakan hanya
jika fungsi tersebut efektif dan bermanfaat. Praktisi harus memiliki dasar
rasional untuk menyakini bahwa simpulan bermakna dapat diberikan oleh asersi
tersebut.
Kondisi pertama mengharuskan suatu asersi
memiliki kritera rasional agar dapat digunakan untuk mengevaluasinya. Kriteria
yang dikeluarkan oleh Dewan yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia,
menurut definisi, dianggap sebagai kriteria rasional untuk tujuan ini. Kriteria
yang dikeluarkan oleh badan pemerintah dan badan lain yang terdiri dari
ahli-ahli yang mengikuti prosedur tertentu, termasuk prosedur distribusi secara
luas kriteria yang diusulkan untuk memperoleh komentar dari masyarakat, umumnya
harus juga dianggap sebagai kriteria rasional untuk tujuan ini.
Namun, kriteria yang dibuat oleh asosiasi
industri atau kelompok serupa yang tidak mengikuti proses tertentu atau tidak
secara jelas mewakili kepentingan masyarakat harus dipandang secara lebih
kritis. Meskipun dibentuk dan diakui dalam beberapa hal, kriteria tersebut
harus dipandang sama dengan kriteria pengukuran dan pengungkapan yang kurang
mendapatkan dukungan dari pihak berwenang, dan praktisi harus mengevaluasi apakah
kriteria tersebut rasional. Kriteria tersebut harus dinyatakan dalam penyajian
asersi secara jelas dan komprehensif bagi pembaca yang diketahui mampu
memahaminya.
Kriteria rasional adalah kriteria yang
menghasilkan informasi bermanfaat. Manfaat informasi tergantung pada
keseimbangan memadai antara relevansi dan keandalan. Sebagai akibatnya, dalam
menentukan kelayakan kriteria pengukuran dan pengungkapan, praktisi harus
mempertimbangkan apakah asersi yang dihasilkan oleh kriteria tersebut memiliki
keseimbangan antara karakteristik berikut ini:
a. Relevansi
1) Kapasitas untuk membuat suatu perbedaan
dalam pembuatan keputusan-Asersi bermanfaat untuk membentuk prediksi
mengenai hasil peristiwa masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang atau
dalam membentuk atau membetulkan harapan
sebelumnya;
2) Kemampuan menghubungkan dengan
ketidakpastian-Asersi bermanfaat untuk menguatkan atau mengubah tingkat
ketidakpastian mengenai hasil suatu keputusan;
3) Ketepatan waktu-Asersi tersedia bagi
pengambil keputusan sebelum asersi tersebut kehilangan kemampuan untuk
mempengaruhi keputusan;
4) Kelengkapan-Asersi tidak menghilangkan
informasi yang dapat mengubah atau menegaskan suatu keputusan;
5) Konsistensi-Asersi diukur dan disajikan
secara material sama dengan cara yang digunakan dalam periode waktu yang lalu
atau (jika terdapat ketidakkonsistenan yang material) perubahannya diungkapkan,
dibenarkan, dan, jika praktis, dicocokkan untuk memungkinkan penafsiran
semestinya untuk pengukuran yang berturutan.
b. Keandalan
1) Menyakinkan sebagai sesuatu yang
representatif-Asersi sesuai dengan kejadian yang harus dicerminkannya;
2) Tidak adanya simpulan tentang kepastian
atau ketepatan yang tidak diyakini-Asersi kadangkala dapat disajikan lebih
tepat dengan menggunakan kisaran atau dengan menunjukkan probabilitas nilai
yang berbeda daripada estimasi nilai tunggal;
3) Netral-Kepedulian utama adalah relevansi dan keandalan
asersi, bukan dampak potensial terhadap kepentingan tertentu;
4) Bebas dari kecenderungan untuk memihak-Pengukuran yang
terkait dalam asersi berada di tengah, bukan condong ke satu pihak.
Beberapa kriteria (kriteria dapat berupa
estimasi atau ukuran kuantitatif atau kualitatif) adalah rasional dalam
mengevaluasi penyajian asersi hanya terbatas bagi sejumlah pemakai yang
berpartisipasi dalam pembuatannya. Sebagai contoh, kriteria yang dibuat dalam
perjanjian pembelian untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan suatu
perusahaan yang akan dibeli, jika secara material berbeda dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum, hanya rasional jika dilaporkan kepada pihak yang
membuat perjanjian.
Namun, seandainya digunakan kriteria
pengukuran dan pengungkapan yang sama, estimasi atau ukuran yang secara
material sama dapat diharapkan akan diperoleh.Meskipun terdapat kriteria
rasional, praktisi harus mempertimbangkan apakah asersi juga dapat ditaksir
secara konsisten rasional dan diukur dengan menggunakan kriteria tersebut.
Dengan menggunakan ukuran atau kriteria pengungkapan yang sama atau serupa
biasanya orang yang kompeten harus dapat memperoleh estimasi atau ukuran yang
secara material sama. Namun, orang yang kompeten tidak akan selalu mencapai
simpulan yang sama karena (a) estimasi dan ukuran seringkali memerlukan
pertimbangan profesional mendalam dan (b) evaluasi yang sedikit berbeda atas
fakta dapat menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam penyajian asersi
tertentu. Suatu asersi yang diestimasi atau diukur dengan kriteria yang
dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia dianggap,
menurut definisi, mampu secara konsisten diestimasi atau diukur.
Seorang praktisi harus tidak memberikan
keyakinan atas suatu asersi yang bersifat subjektif, yang jika orang memiliki
kompetensi dalam dan menggunakan kriteria pengukuran dan pengungkapan yang sama
atau serupa biasanya tidak akan dapat memperoleh estimasi atau ukuran yang
secara material sama (sebagai contoh, praktisi menyebut produk piranti lunak
terbaik di antara sejumlah beasr produk yang serupa). Keyakinan praktisi atas
asersi tersebut tidak akan menambah kredibilitas sesungguhnya atas asersi
tersebut; sebagai akibatnya, hal itu akan tidak ada artinya dan bahkan dapat
menyesatkan.
Kondisi kedua yang harus ada adalah semua
orang yang kompeten tidak akan diharapkan memilih kriteria pengukuran dan pengungkapan
yang sama dalam melakukan pengukuran atau estimasi tertentu (sebagai contoh,
penentuan biaya penyusutan aktiva tetap).
Lebih lanjut, untuk menetapkan apakah
kriteria pengukuran dan pengungkapan tertentu dapat diharapkan menghasilkan
estimasi dan ukuran yang secara rasional konsisten, materialitas harus
dipertimbangkan sejalan dengan kisaran kewajaran yang diharapkan untuk asersi
tertentu. Sebagai contoh, informasi "lunak", seperti prakiraan atau
proyeksi, akan diharapkan memiliki kisaran estimasi rasional yang lebih lebar
daripada data "keras", seperti kuantitas jenis sediaan tertentu yang
ada di lokasi tertentu.
Kondisi kedua berlaku sama apakah praktisi
mengadakan perikatan untuk melaksanakan suatu "pemeriksaan" atau
suatu "review" terhadap penyajian suatu asersi (lihat standar
pelaporan kedua). Sebagai akibatnya, tidak semestinya untuk melaksanakan
perikatan review dalam hal praktisi berkesimpulan bahwa pemeriksaan tidak dapat
dilaksanakan karena orang yang kompeten dalam menggunakan kriteria pengukuran
dan pengungkapan biasanya tidak dapat memperoleh estimasi atau pengukuran yang
secara materal sama. Sebagai contoh, praktisi harus tidak memberikan keyakinan
negatif atas suatu asersi bahwa suatu produk perangkat lunak adalah terbaik di
antara sejumlah besar produk yang sama karena ia tidak dapat memberikan
keyakinan tingkat tertinggi (pendapat positif) atas asersi tersebut (yang ia
mengadakan perikatan untuk melaksanakan hal tersebut) karena subjektivitas
bawaan di dalamnya.
4. Standar Umum Keempat
Standar umum yang keempat adalah-Dalam semua hal
yang bersangkutan dengan perikatan, sikap mental independen harus dipertahankan
oleh praktisi.
Praktisi
harus mempertahankan kejujuran dan sikap tidak memihak intelektual yang
diperlukan untuk mencapai simpulan yang tidak memihak mengenai keandalan suatu
asersi. Ini merupakan landasan fungsi atestasi. Oleh karena itu, praktisi yang
melaksanakan jasa atestasi tidak hanya harus independen dalam arti
sesungguhnya, tetapi juga harus menghindari situasi merusak independensi dalam
penampilan.
Dalam analisis akhir, independen berarti
pertimbangan objektif terhadap fakta, pertimbangan yang tidak memihak, dan
netralitas yang jujur di pihak praktisi dalam membentuk dan menyatakan
simpulan. Hal ini berarti bukan sikap seorang penuntut namun sikap tidak
memihaknya hakim yang menyadari kewajiban untuk bersikap adil. Independensi
menganggap kepedulian yang tidak menyimpang untuk simpulan yang tidak memihak
tentang keandalan suatu asersi terlepas dari apa yang merupakan asersi.
5. Standar Umum Kelima
Standar umum yang kelima adalah-Kemahiran
profesional harus selalu digunakan oleh praktisi dalam melaksanakan perikatan,
mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan perikatan tersebut.
Kecermatan dan keseksamaan meletakkan
tanggung jawab di pundak praktisi yang terlibat dalam perikatan untuk mengamati
setiap standar atestasi. Kecermatan dan keseksamaan mengharuskan review secara
kritis pada setiap tingkat supervisi pekerjaan yang dilaksanakan dan pertimbangan
yang dilakukan oleh mereka membantu perikatan, termasuk penyusunan laporan.
Kewajiban professional untuk melaksanakan kemahiran professional
secara cermat dan seksama digambarkan sebagai berikut :
a.
Setiap orang yang menawarkan jasa kepada orang lain dan
dimanfaatkan jasanya oleh orang lain tersebut, memikul tanggung jawab untuk melaksanakan keahlian
yang dimiliki dalam pekerjaannya dengan keseksamaan dan ketekunan memadai.
b.
Dalam semua pekerjaan yang memerlukan tingkat kecakapan
khusus, jika orang menawarkan jasa, ia dianggap sebagai orang yang memiliki
tingkat kecakapan yang umumnya dimiliki oleh orang lain dalam bidang pekerjaan
yang sama, dan jika pretensinya tersebut tidak berdasar, ia melakukan
kecurangan kepada setiap orang yang mempekerjakannya atas dasar kepercayaan
mereka atas profesi publiknya.
c.
Namun tidak ada satu pun orang, baik yang ahli maupun tidak
ahli, yang melaksanakan tugas yang dipikulnya, yang harus dilaksanakannya
secara berhasil, dan tanpa kekeliruan, dan ia bertanggung jawab kepada pembeli
kerja atas kelalaian atau ketidakjujurannya, namun tidak atas kerugian yang
timbul sebagai akibat dari kekeliruan pertimbangannya.
STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN ATESTASI
1. Standar Pekerjaan Lapangan
Pertama
Standar pekerjaan lapangan
pertama adalah-Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
Perencanaan dan supervisi
memadai membantu efektivitas prosedur atestasi. Perencanaan memadai secara
langsung mempengaruhi pemilihan prosedur yang semestinya dan ketepatan
penerapannya, serta supervisi memadai membantu menjamin bahwa prosedur yang
direncanakan tersebut ditetapkan semestinya.
Perencanaan suatu
perikatan atestasi mencakup penyusunan strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan
luas perikatan yang diharapkan. Untuk menyusun strategi tersebut, praktisi
memerlukan pengetahuan memadai untuk memungkinkannya memahami dengan baik
peristiwa, transaksi dan praktik yang, menurut pertimbangannya, memiliki
pengaruh signifikan terhadap penyajian asersi.
Faktor yang
dipertimbangkan oleh praktisi dalam perencanaan perikatan atestasi adalah (a)
penyajian criteria yang digunakan, (b) tingkat risiko atestasi yang
diantisipasi atas asersi yang akan dilaporkannya, (c) pertimbangan awal atas
tingkat materialitas untuk tujuan atestasi , (d) pos dalam penyajian asersi
yang kemungkinan memerlukan penyesuaian atau perbaikan, (e) keadaan yang
mungkin memerlukan perluasan atau modifikasi prosedur atestasi, dan (f) sifat
laporan yang diharapkan akan diterbitkan.
Praktisi harus membangun
pemahaman yang sama dengan kliennya tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk
setiap perikatan. Pemahaman semacam ini mengurangi risiko baik praktisi maupun
kliennya menafsirkan secara salah kebutuhan atau harapan terhadap pihak lain.
Sebagai contoh, pemahaman yang sama antara klien dengan praktisi akan
mengurangi risiko bahwa klien mempercayai praktisi secara salah untuk
melindungi klien dari risiko tertentu atau untuk melaksanakan fungsi yang
menjadi tanggung jawab klien. Pemahaman tersebut harus mencakup tujuan
perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab praktisi, dan keterbatasan
perikatan. Praktisi harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas
kerja, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika praktisi
yakin suatu pemahaman dengan klien belum dibangun, ia harus menolak untuk
menerima perikatan.
Sifat,
lingkup, dan saat perencanaan akan bervariasi dengan sifat dan kompleksitas
asersi dan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh praktisi tentang pembuat
asersi. Sebagai bagian proses perencanaan, praktisi harus mempertimbangkan
sifat, lingkup, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai
tujuan perikatan atestasi. Meskipun demikian, selama berlangsungnya perikatan
atestasi, perubahan keadaan dapat memerlukan perubahan prosedur dari yang telah
direncanakan.
Supervisi
meliputi pengarahan terhadap usaha asisten yang berperan serta dalam memcapai tujuan perikatan atestasi dan
penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi meliputi pemberian
perintah kepada asisten, menjaga tetap memperoleh informasi mengenai masalah
signifikan yang ditemukan, me-review pekerjaan yang dilaksanakan, dan
menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat yang timbul di antara staf yang
terkait dalam pelaksanaan perikatan.
Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas banyak faktor,
termasuk sifat dan kompleksitas masalah yang dihadapi serta kualifikasi orang
yang melaksanakan pekerjaan.
Risko atestasi adalah risiko bahwa
praktisi secara tidak diketahuinya gagal untuk melakukan modifikasi semestinya
terhadap laporannya atas asersi yang secara material berisii salah saji. Risiko
atestasi terdiri atas (a) risiko (yang terdiri dari risiko bawaan dan risiko
pengendalian) bahwa asersi berisi kekeliruan yang mungkin material dan (b)
risiko bahwa praktisi akan tidak dapat mendeteksi kekeliruan tersebut (risiko
deteksi).
Asisten harus diberitahu tanggung jawab
mereka, termasuk tujuan prosedur yang harus dilaksanakan oleh mereka dan
masalah-masalah yang dapat mempengaruh sifat, lingkup, dan saat pelaksanaan
prosedur tersebut. Praktisi dengan tanggung jawab akhir atas suatu perikatan
harus mengarahkan para asisten agar mereka memberitahukan setiap masalah
signifikan yang muncul dalam perikatan atestasi agar ia dapat menetapkan
tingkat signifikansinya.
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh setiap
asisten harus di-review untuk menentukan apakah telah dilaksanakan dengan
memadai dan untuk mengevaluasi apakah hasilnya konsisten dengan simpulan yang
disajikan di dalam laporan praktisi.
2. Standar Pekerjaan Lapangan Kedua
Standar
pekerjaan lapangan kedua adalah-Bukti yang cukup harus diperoleh untuk
memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan. Pemilihan
dan penerapan prosedur yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti cukup,
dalam keadaan tertentu, untuk memberi dasar rasional bagi tingkat keyakinan
yang akan dinyatakan dalam laporan atestasi, memerlukan pertimbangan
profesional seksama. Banyak macam prosedur yang tersedia dapat digunakan dalam
perikatan atestasi. Dalam menentukan kombinasi prosedur memadai untuk membatasi
risiko atestasi, praktisi harus mempertimbangkan asumsi berikut ini, dengan
catatan bahwa masing-masing tidak saling meniadakan dan masing-masing dapat mengandung
pengecualian penting :
a. Bukti yang diperoleh dari sumber independen
dari luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar mengenai keandalan
asersi daripada bukti yang diperoleh hanya dari dalam entitas.
b. Informasi yang diperoleh dari pengetahuan
pribadi langsung oleh pengetestasi lebih menyakinkan daripada yang diperoleh
secara tidak langsung (sebagai contoh melalui prosedur pemeriksaan fisik,
pengamatan, penghitungan, pengujian operasi, atau inspeksi).
c. Semakin efektif struktur pengendalian intern
semakin besar keyakinan tentang keandalan asersi.
Jadi,
menurut hirarki prosedur atestasi yang tersedia, prosedur yang menyangkut
penelitian (search) dan verifikasi (sebagai contoh, inspeksi,
konfirmasi, atau pengamatan), terutama pada waktu menggunakan sumber independen
di luar entitas, umumnya lebih efektif dalam mengurangi risiko atestasi
dibandingkan dengan prosedur pengajuan pertanyaan dengan pihak dalam perusahaan
dan perbandingan infomasi intern entitas (sebagai contoh prosedur analitik dan
diskusi dengan orang yang bertanggung jawab atas asersi). Di lain pihak,
prosedur yang disebut terakhir umumnya memerlukan biaya yang lebih murah dalam
penerapannya.
Dalam
perikatan atestasi yang dirancang untuk memberikan tingkat keyakinan tertinggi
atas suatu asersi (suatu "pemeriksaan") tujuan praktisi adalah
mengumpulkan bukti cukup untuk membatasi risiko atestasi ke tingkat yang,
menurut pertimbangan praktisi, sedemikian rendah bagi tingkat keyakinan tinggi
yang dapat diberikan oleh laporannya. Dalam perikatan ini, praktisi harus
memilih di antara prosedur yang tersedia-yaitu prosedur yang menetapkan risiko
bawaan dan risiko pengendalian serta membatasi risiko deteksi-kombinasi
prosedur yang dapat membatasi risiko atestasi ketingkat yang cukup rendah.
Dalam
perikatan yang memberikan keyakinan negatif (suatu "review"),
tujuan praktisi adalah mengumpulkan bukti cukup untuk membatasi risiko atestasi
ke tingkat menengah. Untuk mencapai tujuan ini, jenis proseur yang digunakan
umumnya dibatasi pada prosedur pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik
(bukan mencakup prosedur penelitian dan prosedur verifikasi).
Meskipun
demikian, dalam keadaan tertentu, pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik
(a) tidak dapat dilaksanakan, (b) dianggap kurang efisien daripada prosedur
yang lain, (c) menghasilkan bukti yang menunjukkan bahwa asersi mungkin tidak
lengkap atau tidak teliti. Dalam keadaan yang pertama, praktisi harus
melaksanakan prosedur lain yang diyakini dapat memberikan tingkat keyakinan
yang dapat diberikan oleh prosedur pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik.
Dalam keadaan yang kedua, praktisi dapat melaksanakan prosedur lain yang
diyakini lebih efisien daripada prosedur pengajuan pertanyaan dan prosedur
analitik. Dalam keadaan yang ketiga, praktisi harus menggunakan prosedur
tambahan.
Lingkup
prosedur atestasi yang akan digunakan harus didasarkan atas tingkat keyakinan
yang akan diberikan dan pertimbangan praktisi tentang (a) sifat dan
materialitas informasi dipandang dari penyajian asersi secara keseluruhan, (b)
kemungkinan salah saji, (c) pengetahuan yang diperoleh dari perikatan periode
berjalan dan sebelumnya, (d) kompetensi pengasersi dalam hal yang disajikan
dalam asersi, dan (e) seberapa jauh informasi dipengaruhi oleh pertimbangan
pengasersi, serta (f) ketidakcukupan data yang dimiliki oleh pengasersi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment