Monday, May 26, 2014

Komunikasi Lintas Budaya


PENTINGNYA KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Komunikasi bisnis lintas budaya adalah proses mengirim dan menerima pesan bisnis antarindividu yang berbeda budaya.  Operasi global akan meningkatkan kebutuhan untuk berkomunikasi dengan budaya asing. Baik berada di negeri sendiri maupun di negara asing, tetap ada kemungkinan untuk bekomunikasi dengan berbagai latar belakang budaya dan bahasa. Interaksi lintas budaya terjadi dalam internal maupun eksternal perusahaan. Dalam komunikasi internal akan menjadi interaksi antarpekerja yang berasal dari berbagai bangsa dan suku bangsa. Sementara dalam komunikasi eksternal, perusahaan akan berhadapan dengan pelanggan, pemasok, investor, dan pesaing dari berbagai negara.
MEMAHAMI BUDAYA DAN PERBEDAAN BUDAYA
Budaya adalah simbol, keyakinan, sikap, nilai, harapan, dan norma tingkah laku yang dimiliki bersama (Boove dan Thill 2003,68). Budaya juga diartikan sebagai konvensi-konvensi kebiasaan, sikap, dan perilaku sekelompok orang (Heart, 2004:125). Semua anggota suatu budaya memiliki asumsi serupa mengenai bagaimana seharusnya berpikir, bertingkah laku, dan berkomunikasi. Mereka cenderung bertindak dengan cara yang serupa sesuai dengan asumsi yang dianut.
Beberapa budaya terdiri atas beberapa kelompok budaya yang beragan dan berbeda. Kelompok budaya utama terdiri atas beberapa kelompok budaya yang cenderung homogen. Kelompok budaya yang cenderung homogen dalam yang ada dalam suatu budaya disebut subbudaya. Misalnya, budaya Indonesia terdiri atas berbagai subbudaya etnik Jawa, Sunda, Bali, Betawi, Batak, Dayak, Sasak, dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang tidak memenuhi kriteria sebagai subbudaya, tetapi memiliki ciri-ciri yang mencolok. Kelompok itu sering disebut subkelompok yang menyimpang. Misalnya, kaum homoseks, waria, pecandu obat bius, dan penganut sekte agama yang dilarang.
            Komunikasi lintas budaya terjadi dalam berbagai aspek situasi, yang berkisar dari interaksi antara orang-orang yang budayanya berbeda secara ekstrim hingga dalam interaksi antara orang-orang yang budayanya sama, tetapi subbudayanya atau subkelompok budayanya berbeda. Besarnya perbedaan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain tergantung pada tingkat keunikan masing-masing. Komunikasi lintas budaya yang efektif bergantung pada pemahaman terhadap perbedaan budaya. Selain mempermudah hubungan bisnis, pemahaman terhadap perbedaan budaya sekaligus juga meningkatkan reputasi perusahaan.

Mengenali Perbedaan Budaya
Perbedaan budaya muncul dalam nilai-nilai sosial, gagasan mengenai status, kebiasaan membuat keputusan, sikap terhadap waktu, penggunaan ruang, konteks budaya, bahasa tubuh, sopan santun, dan tingkah laku etis (Boove dan Thill, 2003:69).
a.       Nilai-nilai sosial
Pada umumnya, penduduk Amerika Serikat menjunjung tinggi kerja keras dan menyelesaikan tugas-tugas secara efisien. Penggunaan dua pekerja dengan metode kerja modern dianggap lebih baik daripada dengan menggunakan empat pekerja, tetapi dengan metode kerja tradisional. Sementara itu, di negara-negara yang angka penganggurannya tinggi, seperti India dan Pakistan, menciptakan pekerjaan lebih penting dibandingkan dengan bekerja secara efisien. Oleh karena itu, para eksekutif di negara tersebut lebih suka memperkerjakan empat orang dibandingkan dengan dua orang. Nilai-nilai sosial dapat memengaruhi tindakan seseorang.
b.      Peran dan Status
Di banyak negara, wanita belum memainkan peran yang memainkan peran dalam bisnis. Apabila ada eksekutif wanita yang berkunjung ke negara tersebut, bisa jadi itu disepelekan atau dianggap tidak seriius. Negara juga menentukan cara seseorang dalam menunjukkan rasa hormat kepada atasan. Misalnya, atasan disapa “Mr. Robert” atau “Mr. Black” di Amerika Serikat. Sedangkan, di Cina digunakan gelar jabatan untuk menyapa seseorang, misalnya “Direktur Ho” atau “Manajer Han”.
Konsep Status juga berbeda-beda. Misalnya, manajer puncak di Amerika Serikat memiliki ruang kerja khusus, karpet tebal, meja paling mahal, dan asesoris paling mewah. Namun di Perancis, manajer puncak bekerja di ruang terbuka dan di kelilingi dengan manajer menengah.
c.       Adat Pembuatan Keputusan
Di Amerika Serikat dan Kanada, pelaku bisnis berusaha mencapai keputusan secepat
dan seefisien mungkin. Manajer puncak cukup memikirkan hal pokok saja, sedangkan rincian diserahkan kepada bawahan. Tidak demikian halnya di Yunani, mengabaikan rincian dianggap sikap menghindar dan tidak dapat dipercaya. Di Pakistan, pengambilan keputusan cukup dilakukan eksekutif tinggi. Di Cina dan Jepang, pengambilan keputusan dilakukan secara konsensus melalui proses yang rumit dan waktu yang panjang. Persetujuan harus lengkap dan tidak ada aturan mayoritas.
d.      Konsep Mengenai Waktu
Perbedaan konsep mengenai waktu dapat menimbulkan salah pengertian. Bagi  eksekutif Amerika Serikat dan Jerman, waktu menjadi penentu rencana agar bisa efisien dan fokus pada satu kegiatan pada periode tertentu. Pengaturan berbagai aktivitas dibatasi oleh waktu. Bagi ekskekutif di Asia, membangun fondasi hubungan bisnis jauh lebih penting daripada menepati batas waktu atau jadwal yang ketat. Waktu yang diperlukan untuk saling mengenal dan menjajagi latar belakang relasi bisnis cukup fleksibel.
e.       Konsep Ruang Pribadi
Ruang memiliki arti yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Orang Kanada dan Amerika Serikat biasanya berdiri terpisah sekitar 5 kaki ketika berbicara mengenai bisnis. Jarak tersebut terlalu dekat bagi orang Jerman dan Jepang. Akan tetapi bagi orang Arab dan Amerika Latin, jarak tersebut tidak nyaman karena terlalu jauh. Akan terjadi dansa budaya bila orang Arab dan Jerman berbicara bisnis, dikatan demikian karena dimana orang Jerman selalu bergerak menjauh dan orang Arab selalu bergerak mendekat. Akibatnya, orang Jerman merasa tidak nyaman karena selalu didekati dan orang Arab merasa tersinggung karena selalu dijauhi.
f.       Konteks Budaya
Konteks budaya merupakan petunjuk fisik dan pemahaman implisit yang menyertai makna diantara mereka yang berkomunikasi. Antropolog Edward T. Hall (dalam Quible, 1996:409) membagi konteks budaya menjadi dua tingkat, yaitu :
1.      Budaya konteks tinggi ( high context culture)
Budaya konteks  tinggi (misalnya Korea dan Taiwan) cenderung lebih memperhatikan petunjuk yang bersifat nonverbal (ekspresi muka, bahasa tubuh) daripada verbal. Bagi budaya konteks tinggi, jaminan dan kepercayaan pribadi lebih penting daripada kontrak dan pandangan terhadap hukum yang lebih fleksibel.
2.      Budaya konteks rendah ( low context culture)
Budaya konteks rendah (misalnya, Amerika dan Eropa) lebih memperhatikan pesan yang diungkapkan secara verbal. Oleh karena itu, bagi budaya konteks rendah, persetujuan tertulis dianggap lebih mengikat karena memiliki dasar hukum yang kuat.
g.      Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh bisa dipergunakan untuk membantu menjelaskan pesan yang membingungkan. Namun, bahasa tubuh juga bisa menjadi penyebab adanya salah pengertian antarbudaya. Menguasai bahasa suatu budaya tidak berarti juga menguasai bahasa tubuhnya. Orang-orang dari budaya berbeda kadang-kadang salah membaca tanda yang dikirimkan oleh bahasa tubuh. Misalnya, untuk menyatakan ‘tidak’ orang Amerika Serikat dan Kanada akan menggeleng, orang Bulgaria mengangguk, orang Jepang mengangkat tangan kanan, dan orang Sisilia mengangkat dagunya.
            Ucapan selamat datang disampaikan oleh orang Indonesia dengan cara bersalaman. Sementara suku Indian mengucapkan selamat datang dengan menjulurkan lidah. Bagi orang Amerika Serikat menjulurkan lidah dianggap suatu ejekan.
h.      Tingkah Laku
Sesuatu yang dianggap sopan oleh suatu budaya mungkin dianggap kasar oleh budaya lain. Aturan mengenai tingkah laku sopan bervariasi antara suatu negara dengan negara yang lain. Memberi hadiah kepada istri orang lain dianggap tidak sopan oleh orang Arab. Menaikkan kaki ke atas meja dan memberikan sesuatu dengan tangan kiri dianggap biasa oleh orang Amerika Serikat, tetapi dianggap suatu penghinaan oleh orang Mesir. Di Spanyol, jabatan tangan berlangsung lima sampai tujuh kali ayunan. Sementara di Perancis orang lebih suka berjabat tangan dengan satu kali ayunan.
i.        Tingkah Laku Legal dan Etis
Di beberapa negara, perusahaan sering memberi bayaran ekstra kepada pejabat pemerintah untuk mendapat kontrak pemerintah. Hal itu sudah menjadi kebiasaan yang rutin dan tidak dianggap ilegal. Namun, di Amerika Serikat hal ini dianggap sebagai suap, ilegal, dan tidak etis. Perusahaan yang berdiri di Amerika Serikat dilarang membayar ekstra kepada pegawai negeri di mana pun.
j.        Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan adalah cara perusahaan melakukan sesuatu. Budaya membentuk perasaan orang mengenai perusahaan dan pekerjaan yang dilakukan, cara menginterpretasikan dan mengartikan tindakan yang dilakukan orang lain, harapan yang menyangkut perubahan dalam bisnis, dan bagaimana cara pandang terhadap perubahan tersebut. Lebih dari separuh kemitraan gagal karena adanya benturan budaya perusahaan.
Menghadapi Hambatan Bahasa
Bahasa tidak diterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain atas dasar kata-kata. Bahasa bersifat idiomatik, yang artinya disusun dengan ungkapan dan pengelompokkan kata yang dapat bertentangan dengan pola umum dari kerangka bahasa itu dan dapat memiliki arti yang jauh berbeda dari komponen individual apabila diterjemahkan secara harfiah ( Boove dan Thill 2003:76). Misalnya, slogan pepsi yang berbunyi “come alive with Pepsi”  (hidup ceria dengan pepsi) diterjemahkan oleh orang Jerman dengan “come out of the grave” (keluar dari kuburan) dan oleh orang Thailand sebagai “bring your ancestor back from the dead”  (membangkitkan kembali nenek moyang).
Jika seseorang dari Inggris berbicara dengan rekan bisnisnya dari Indonesia dengan Bahasa Inggris, mungkin akan terjadi kesulitan karena perbedaan pengucapan dan aksen. Sekelompok karyawan Toyota Jepang yang dipindahkan ke AS mengikuti kelas khusus untuk belajar mengatakan “jet yet?” yang berarti “did you eat yet?”  dan “cannahepya”  yang berarti ”can i help you?”.  Perbedaan dalam lafal, perubahan vokal, dan kosakata dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi lintas budaya.
Apabila berhubungan dengan orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa kita, ada tiga pilihan yang dapat dilakukan, yaitu mempelajari bahasa orang itu, menggunakan perantara atau penerjemah, atau mengajarkan mereka bahasa kita. Jika memiliki hubungan bisnis jangka panjang dengan orang dari budaya lain, mempelajari bahasa dan budaya mereka akan lebih bermanfaat.
MENGHADAPI REAKSI ETNOSENTRIS
Etnosentrisme adalah kecendrungan untuk menilai semua kelompok lain menurut standar, tingkah laku, dan tradisi kelomppok sendiri serta memandang kelompok lain lebih rendah (Boove dan Thill 2003:78). Untuk menghindari reaksi etnosentris, dapat dipergunakan beberapa cara berikut (Haryani, 2001:69) :
1)      Menerapkan asas kesamaan
Tidak ada budaya inferior dan tidak ada budaya superior. Selain itu, tidak ada budaya yang salah dan tidak ada budaya yang paling benar. Pelaku komunikasi harus menghargai budaya dari pihak lain dan menerapkan budaya sendiri untuk kelompok sendiri.
2)      Menerapkan kaidah emas
Kaidah emas adalah memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Cara itu relatif mudah dilakukan karena tidak perlu dilakukan pemahaman terhdap nilai-nilai yang dianut orang lain.
3)      Menerapkan kaidah timah
Kaidah timah adalah memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukan diri mereka sendiri. Caara itu relatif lebih sulit dari kaidah emas karena harus memahami nilai-nilai yang dianut oleh orang lain.


0 comments:

Post a Comment